Kabupaten Cianjur yang menjadi kabupaten terluas kedua di Jawa Barat dengan memiliki jumlah penduduk kurang lebih 2.5 juta orang di tahun 2022 ini tentunya memiliki bonus demografi yang sangat besar, dimana generasi muda cianjur yang memiliki usia produkti hampir berjumlah antara 60 – 70 % jumlah penduduk yang ada di Cianjur.
Hal ini akan menjadi sebuah berkah apabila bisa dikelola dan dibina dengan baik dan dimulai dari sejak anak-anak tersebut masuk ke SMA/SMK/sederajat, atau akan menjadi musibah yang akan menjadi bom waktu, apabila tidak di kelola dengan baik.
Generasi muda Cianjur ini harus memiliki salah satu karakter atau jiwa didalam diri mereka untuk mereka bisa survive di masa depan, yaitu jiwa dan mental entreupreneurship, yaitu memiliki jiwa sebagai seorang wirausahawan, yang bisa menangkap peluang, mencari peluang atau malah menciptakan peluang setiap saat.
Mental ini harus ditanamkan sejak dini dalam diri mereka, paling telat adalah pada saat mereka masuk masa sekolah di SMA/SMK, bukan hanya belajar secara teori saja namun juga secara praktek dan mendapatkan arahan serta bimbingan dari lingkungan sekitar untuk saling membantu tumbuh dan berkembang.
Pada saat saya masih sekolah di Stekmal yaitu sekolah kejuruan di Kabupaten Cianjur, disana kita ada mata pelajaran tentang kewirausahaan, namun saya mengakui kalau pendidikan saat itu tidak begitu menjurus kepada bagaimana tumbuhnya mental kewirausahaan, namun lebih kepada teori saja.
Karena memang jurusan yang saya masuki saat itu di SMK adalah jurusan arus listrik kuat, bukan bagian pemasaran, namun meskipun begitu saya sangat berterima kasih mendapatkan lebih awal teori-teori tentang bisnis, teori supply and demand, teori ekonomi dll.
Ini adalah salah satu bekal yang sangat berguna bagi generasi muda Cianjur, dan begitupun mata kuliah kewirausahaan di kampus-kampus mahasiswa di Cianjur perlu di gencarkan kembali, bukan hanya sebatas teori saja tapi juga dengan prakteknya, karena biasanya mental kewirausahaan itu sudah ada di beberapa anak mahasiswa tertentu.
Misalkan seorang mahasiswa yang orang tuanya pedagang akan lebih cenderung memiliki jiwa dan mental entrepreneuship atau kewirausahaan dibandingkan dengan mahasiswa yang orang tuanya buruh atau pegawai pemeritah ataupun orangnya guru atau pekerjaan orang tuanya jauh dari bidang bisnis dan perdagangan.
Meskipun begitu mental entrepreneurship ini bisa tumbuh di siapa saja, asal mendapatkan pendidikan, pendampingan dan mentor yang selalu membimbing anak tersebut untuk tumbuh dan berkembang dalam kewirausahaan.
Yang paling penting juga adalah, jangan selalu berpikir bahwa ketika menjadi pengusaha atau wirausahawan itu harus memiliki modal yang besar dulu, justru bagi seorang yang memiliki jiwa entrepreneurship, modal kapital atau uang adalah modal nomor sekian, yang paling penting adalah memiliki motivasi dan keinginan terlebih dahulu.
Karena sebesar apapun modal kapital yang kita miliki kalau tidak memiliki motivasi dan keinginan, maka modal tersebut akan hilang sia-sia dan akan habis dengan percuma, karena modal itu adalah bantuan dari luar diri dari generasi muda ini, yang harus tumbuh adalah mental yang muncul dari dalam jiwa, karena uang bisa pinjam dll, sedangkan mental kita tidak bisa pinjam.
Kembali ke generasi muda Cianjur, yang saat ini ketika di wilayah cianjur terdapat pabrik-pabrik produksi, maka sasaran dan target utama mereka adalah bagaimana caranya bekerja di pabrik tersebut, bukan bagaimana memanfaatkan keberadaan pabrik di Cianjur untuk keuntungan dirinya.
Kalau orang biasa tentunya akan berpikir setelah selesai sekolah atau kuliah yang pertama harus di lakukan adalah mendapatkan ijazah yang sudah di legalisir lalu ke disnakerstrans, membuat SKCK, surat keterangan sehat dan langsung mengirimkan lamaran ke pabrik.
Setelah itu pulang kerumah sambil berharap ada WA atau telephone asing yang masuk dan isinya adalah jadwal interview untuk memulai tahapan meraih cita-cita sebagai pegawai pabrik. setelah selesai interview kembali berharap-harap cemas menunggu panggilan dari HRD untuk mulai datang bekerja dihari yang sudah di tentukan.
Itu tentunya adalah harapan semua orang, namun kekecewaan akan muncul ketika kita ketahui bahwa pabrik-pabrik di seluruh indonesia mereka lebih banyak menyerap tenaga kerja wanita dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki dan hal ini membuat gejolak sosial, dimana wanita bekerja sedangkan laki-laki jadi pengangguran. Sedangkan yang harus menanggung beban hidup rumah tangga dan keluarga adalah laki-laki bukan wanita.
Saya pernah berdialog dengan beberapa pengusaha pabrik di Jawa Barat juga HRD mereka, ketika masih aktif bergabung di salah satu perusahaan pelatihan SDM paling besar di Indonesia yaitu ESQ Leadership center pimpinan DR.HC Ary Ginanjar Agustian.
Rata-rata perusahaan yang memproduksi barang-barang yang tidak terlalu memerlukan kecerdasan tingkat tinggi dan juga tenaga yang ektra, mereka akan lebih senang apabila dapat mempekerjakan wanita, karena wanita lebih mudah diatur dan paling penting tidak akan terjadi demo yang besar dan beresiko terhadap keselamatan management perusahaan ketika hari buruh dan akhir tahun karena menuntut kenaikan gajih karyawan.
Peran serta pemerintah juga tentu sangat diperlukan dalam menanggulangi hal ini, dengan mengeluarkan regulasi-regulasi khusus, dimana beberapa pekerja di pabrik atau perusahaan di Cianjur wajib menerima 60% laki-laki dan tentunya laki-laki ini harus memiliki kriterasi khusus yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Juga peran serta pemerintah bisa dengan cara membuka BLK-BLK di Kabupaten Cianjur, selain diberikan pendidikan entrepreneurship juga diberikan pendidikan tentang bagaimana seharusnya bekerja, dan juga mental intrapreneurship, agar selain bekerja di perusahaan atau pabrik juga bisa mencari tambahan lain yang halal di tempat lain.