Tentang Tasawwuf, Tauhid dan Ma’rifat
Mendalami Tentang Tasawwuf, Tauhid dan Ma’rifat Dalam Kehidupan
لا تصحب من لا ينهضك حاله، ولا يدلّك على الله مقاله
(الحكم ابن عطاء الله)
Seringkali kita terjebak begitu banyak teori dan konsep hingga seolah bingung mengambil kesimpulan bahkan dari hal-hal yang sebenarnya mudah dan tidak begitu sulit.
Kitab Al Hikam Ibnu Athoillah misalnya yang bagi sebagian kita sudah menjadi “makanan sehari-hari”, sudah sering kita kaji, kita telaah dan tentunya dibaca puluhan kali dan sudah biasa kita sampaikan sebagai materi yang kita ceramahkan kepada orang lain.
Tapi bisa saja mungkin ada hal yang kita lupa, hal sederhana padahal sangat ringan seperti memahami redaksi kalimat
“لا تصحب من لا ينهضك حاله، ولا يدلّك على الله مقاله”
Yang pada prakteknya sebagian kita mungkin malah “menganggap musuh” orang-orang yang berusaha “mengoreksi kekurangan diri ” kita, malah seringkali kita marah dan emosi karena mungkin perasaan dan harga diri kita seolah “ditantang” karena ketika kita merasa pada saat orang lain (ummat/jamaah)
begitu menghormati, memuliakan dan menganggap kita adalah orang paling alim dan faham berbagai ilmu agama terutama Tasawwuf tiba tiba ada seseorang yang “menantang harga diri kita” dengan mengoreksi kesalahan diri kita.

Karenanya ketika ada orang yang berusaha “mengkritik kita” dengan benar, kritik yang berlandaskan ilmu, kita merasa orang itu seolah sedang “menantang ego, kehormatan dan harga diri kita”.
Alami sebagai manusia kita lebih senang mendengar “hal hal yang kita ingin dengar”, karena hal itu memang kita senangi sebagai mana yang kita inginkan, dan alami juga kita tidak senang dan tak mau mendengar hal yang tak dia inginkan, karena tak menyenangkan.
Masalahnya apakah sesuatu yang kita senangi dan yang kita ingin dengarkan itu memang baik dan benar?
Apa bukan lebih karena kenikmatan nafsu dan syahwat, bukannya kebenar an dari Tuhan?
Bagaimana jika tidak tidak benar?
Apa ukurannya?
Kita lebih senang dengan orang yang memuji kita, menyanjung dan membicarakan kebaikan serta kesolehan diri kita dan kita tidak senang ada “orang usil” yg mengkritik kita.
Ketika ada yang “mengkritik kesalahan berpikir kita” yang berakibat pada “kesalahan sikap kita” , kita akan marah dan emosi karena kita “tak ingin mendengar itu”, tak kita sukai, kita hanya ingin dan mau mendengar dari orang lain, sesuatu yang menyenangkan kita meskipun salah.
Bait Hikam ini dengan jelas menjelaskan
“Jangan berteman dengan orang yang baik prilaku maupun pola pikirnya” tidak menuntun kita pada Jalan akhlak mulia dan jalan kebenaran Allah”
Sebaliknya bertemanlah (jadikan sahabat) dengan orang yang “mengkritik kesalahan berpikir dan bersikap kita” dengan keras, bukan membencinya.
Ini hal sederhana saja kan, tapi mengapa seolah jadi sulit difahami?
قسوة القلب والتكبر
Fahamilah ketika orang lain mengkritik kita, hakekatnya orang itu sedang mengkritik “cara berpikir kita”, bukan “menantang ego dan harga diri kita”.✍️